Jakarta
agus.amin@gmail.com
+6287773379281

Pencucian Uang dalam Transaksi Akuisisi

Pencucian Uang dalam Transaksi Akuisisi

Mewaspadai pencucian uang dalam transaksi akusisi, selain transaksi-transaksi lainnya dengan menggunakan modus penggunaan perusahaan (shell company), perlu ditekankan. Simak saja “alur” kisah pembobolan 1,2 Triliun dana BNI dengan modus letter of credit fiktif yang saat ini sudah diputus in kracht oleh pengadilan dengan menghukum beberapa pelakunya.

Dana yang dihasilkan dari praktek pembobolan BNI tersebut belakangan diketahui telah disebar (layering) pada perusahaan-perusahaan yang dibeli dan diakuisisi PT Brocolin Internasional, sebuah perusahaan bentukan para terhukum dan kawan-kawan. Perusahaan yang dibeli diantaranya enam perusahaan perkebunan yang sedang dilelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), perusahaan marmer. Banyak contoh lainnya. Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis.

Akuisisi Sebagai Strategi Usaha

Akuisisi merupakan strategi dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat. Berbagai faktor, termasuk faktor ekonomi dan non ekonomi, menjadi alasan pelaku usaha melakukan akusisi. Secara spesifik, akuisisi dipilih oleh pelaku usaha untuk mendapatkan kemudahan perijinan perusahaan, yaitu berkat perusahaan yang akan diakuisisi telah memperoleh perijinan resmi untuk melakukan satu aktivitas usaha. Dengan kondisi ini, “perijinan dinilai berharga” karena pengakuisisi tidak menjadi kerepotan untuk mengurus masalah perijinan yang memakan “energi” dan biaya. Selanjutnya, transaksi ini berakibat strategis, yakni beralihnya pengendalian perusahaan kepada pihak pengakuisisi.

Komponen pengendalian akuisisi dalam konteks persaingan usaha selama ini dilakukan melalui mekanisme perijinan, selain juga pengawasan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berdasarkan Undang-undang (UU) No. 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

Perijinan akuisisi bank, misalnya, dilakukan oleh Bank Indonesia. Beberapa peraturan yang harus diperhatikan mengenai masalah ini yaitu UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 10/1998 Tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah (PP) No. mor 28/1999, PP No. 29/1999, SK Direksi BI No. 32/51/Kep/Dir, dan No. 32/50/Kep/Dir.

Akuisisi, berdasarkan peraturan tersebut, dapat dilakukan melalui pemegang saham secara langsung maupun melalui direksi, dengan memperhatikan persetujuan RUPS, dan persyaratan menjadi pemilik bank. Syarat menjadi pemilik bank diantaranya tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan. Pada bentuk perusahaan PT, jika terdapat salah seorang pemegang saham dinilai termasuk dalam daftar tercela, akuisisi dapat dilakukan apabila orang tersebut memiliki saham maksimal 10%.

Apabila bank yang diakuisisi terdaftar di pasar modal maka wajib dipenuhi ketentuan pasar modal mengenai penawaran tender dan keterbukaan informasi pemegang saham tertentu. Mengenai masalah sumber dana, dicantumkan dalam PP No. 28/1999, tidak berasal dari pinjaman, dari dan untuk tujuan pencucian uang, dan tidak berasal dari dana yang diharamkan menurut Prinsip Syariah bagi Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

Dalam praktek perlu diperhatikan pula, adanya greenlight (semacam persetujuan pendahuluan) BI, selain membuat confidentiality agreement” agar pihak pengakuisisi dapat melakukan penelitian yang seksama terhadap bank yang akan dibeli sehingga tidak melanggar ketentuan rahasia bank. Dengan menandatangani perjanjian ini calon investor tunduk pada ketentuan rahasia bank dan wajib merahasiakan keterangan yang diketahuinya tentang keadaan keuangan nasabah bank yang akan dibelinya.

Pencucian Uang di Balik Akuisisi

Pemanfaatan akuisisi untuk sarana pencucian uang bisa jadi dilakukan setelah pelaku melakukan berbagai aksi layering panjang dan berhasil menyembunyikan asal-usul dana yang berhasal dari tindak pidana. Sehingga dana tersebut seolah-olah sebagai dana yang sah sehingga dapat digunakan dengan aman.

Penggunaan dana seolah-olah sebagai dana yang sah ini, misalnya untuk mengakuisisi bank, dikenal dengan fase integration. Sampai pada fase pelaku melakukan akuisisi, bisa jadi memerlukan waktu yang lama sejak kejahatan asal dilakukan, sehingga untuk membongkarnya pun memerlukan waktu yang relatif lama.

Pemanfaatan akuisisi sebagai mekanisme pencucian uang, termasuk pada perusahaan publik dan perbankan, memiliki probabilitas besar terjadi pada proses akuisisi oleh investor dengan target pemegang saham secara langsung. Akuisisi oleh badan hukum atau bank relatif lebih sulit dilakukan akibat ketatnya ketentuan arus modal dan perhatian publik.

Namun akuisisi oleh investor melalui manajemen perusahaan target dapat juga dilakukan untuk mencampur uang yang tidak sah ke dalam perusahaan target yang sah. Modus lain yang dilakukan adalah: setelah melakukan akuisisi dengan menggunakan modal yang sah, perusahaan yang diakuisisi dikendalikan dan dijadikan shell company untuk melakukan pencucian uang.

Upaya serta Peran Pelaku Usaha dan Masyarakat

Berbagai ketentuan dan mekanisme anti money laundring (AML), dimana PPATK sebagai focal point, lebih dimaknai sebagai pendekatan preventif dalam melakukan pengendalian akuisisi agar tidak dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan pencucian uang. Tindakan yang dilakukan bertujuan agar lembaga keuangan tidak dimanfaatkan sebagai sarana dan sasaran tindak pidana pencucian uang.
Meski demikian, terdapat beberapa ketentuan yang seharusnya lebih dimanfaatkan lagi sebagai upaya untuk menghindari pemanfaatan akuisisi untuk melakukan pencucian uang. Seperti adanya ketentuan penyertaan laporan keuangan bagi usulan akuisisi oleh badan hukum/perusahaan.

Hal ini harus ditujukan agar akuisisi tidak dilakukan oleh perusahaan benar-benar baru, tapi oleh perusahaan yang sudah berdiri lama setidaknya satu tahun, karena ada laporan keuangan yang dibuat satu tahun. Keberadaan laporan keuangan pun harus dimanfaatkan maksimal untuk audit rail sumber dana baik oleh regulator maupun pelaku usaha. Selanjutnya atas dasar tersebut, pihak regulator bisa saja menguatkan kecurigaannya dengan meminta informasi keuangan kepada PPATK.

Mengenai besarnya probabilitas pemanfaatan akuisisi terhadap pemegang saham secara langsung, dan/atau oleh perorangan karena tidak mengharuskan adanya laporan keuangan, perlu ditambahkan ketentuan publikasi terhadap publik untuk menghindarinya. Dalam akuisisi bank, terdapat juga ketentuan baru yang seharusnya diikuti oleh regulator lain. Yakni adanya ketentuan pembatasan jangka waktu melakukan pengalihan usaha selama lima tahun. Dalam jangka waktu lima tahun, sebuah perusahaan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain. Jangan sampai investor melakukan akuisisi untuk mengambil sedikit keuntungan pada saat dijual lagi.

Kewajiban yang mewajibkan pihak yang akan mengakuisisi, membuat surat pernyataan bahwa dana yang digunakan untuk mengakuisisi tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang dalam mekanisme akuisisi bank sifatnya lemah dan cenderung menguntungkan pihak pengakuisisi jika beritikad melakukan pencucian uang. Pihak yang bersangkutan bisa saja menyatakan bahwa sumber dana untuk mengakuisisi tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. Padahal, dalam kenyataan bisa saja lain.

Adanya kejahatan yang mungkin dilakukan dalam transaksi semacam ini, hendaknya menjadi pembelajaran bagi berbagai pihak untuk lebih mengenal partner bisnis, dan menganalisa kemampuan keuangan partner, dikaitkan dengan transaksi yang akan dilakukan. Hal ini perlu diingatkan karena pemberian sanksi dalam pidana pencucian uang dikenakan pada pelaku aktif dan pasif, yang menerima aset transaksi yang bersumber dari kejahatan.
=======================
Dimuat dalam Kolom Analisis,
Harian Seputar Indonesia,
17 Desember 2007

Tinggalkan Balasan