Pembuktian TPA Dalam TPPU

Pembuktian TPA Dalam TPPU

                                                          TINDAK PIDANA ASAL TIDAK WAJIB DIBUKTIKAN DAHULU

Oleh

Yunus Husein, Kepala PPATK 2002-2011

              Baru-baru ini kita mendengar kabar, bahwa Pemimpin pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang diselidiki oleh Kepolisian , karena diduga melakukan   tindak pidana pencucian uang. Sudah ada 1145 rekening yang dihentikan transaksinya untuk sementara oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Panji Gumilang diketahui menggunakan enam nama lain. (Kompas.com, 22 Juli 2023). Adapun dugaan  asal-usul  Harta Kekayaan   yang melahirkan  tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersebut adalah korupsi bantuan operasional sekolah dan pelangaran UU Yayasan.

Pembuktian Tindak Pidana Asal dan Pencucian Uang

       TPPU adalah perbuatan yang berusaha untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, status, perolehan  harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana, sehingga seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Ada tiga macam TPPU seperti diatur dalam Pasal 3,4 dan 5 UU TPPU. Pasal 3 mengatur perubahan bentuk dan transfer harta kekayaan hasil tindak pidana  dengan berbagai transaksi, sehingga kelihatannya berasal dari sumber yang sah. Pasal 4 mengatur tindakan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas  harta kekayaan hasil tindak pidana dan Pasal 5 mengatur menerima, menguasai dan menggunakan harta kekayaan hasil tindak pidana. Apabila Tindakan Panji Gumilang memenuhi unsur pasal 2, 3 dan 4, maka dapat dikatakan yang bersangkutan telah melakukan TPPU.

        TPPU berasal dari TPA yang dicantumkan dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 (UU TPPU), antara lain, korupsi, penipuan, pengelapan dan setiap tindak pidana yang ancaman hukumannya minimal empat tahun penjara.  Untuk melakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap TPPU tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (Pasal 69 UU TPPU). Ada beberapa alasan mengapa TPA tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.  yaitu: Pertama, Pasal 69 UU TPPU  secara tegas menyatakan TPA tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.

       Kedua, Pasal 75 UU TPPU menyatakan, bahwa dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya TPPU dan TPA, penyidik menggabungkan penyidikan TPA dengan penyidikan TPPU dan melaporkannya kepada PPATK. Pasal ini memerintahkan penggabungan karena adanya gabungan tindak pidana (concursus realis), dan tidak memerintahkan pembuktian TPA terlebih dahulu. Ketiga, Kalau TPA harus dibuktikan terlebih dahulu, apalagi sampai berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) akan mempersulit pemeriksaan perkara TPPU, lebih-lebih kalau perkara TPA menempuh proses banding dan kasasi, akan memakan waktu yang sangat lama, sehingga kurang memungkinkan untuk memeriksa perkara TPPU. Keberadaan Pasal 69 justru akan mempermudah pemeriksaan perkara TPPU.

Keempat, menurut model law yang merupakan pedoman penyusunan UU TPPU untuk Common Law dan CivilLaw country yang disusun oleh United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) dan International Monetary Fund (IMF)  dan Forty Reccomendations yang merupakan standar internasional pencegahan dan pemberantasan TPPU yang disusun oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) TPA tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu..

Kelima, di berbagai negara baik baik dengan sistem Civil Law maupun Common Law juga berlaku ketentuan dan yurisprudensi, bahwa pada waktu memeriksa perkara TPPU, TPA tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu. Mengenai hal ini penulis Bersama almarhum Prof Muladi  pernah bertanya pada mantan Hakim Agung Belanda Mr Nico Kijzer. Bahkan saya juga pernah menanyakan masalah serupa kepada hakim Agung Belanda Mr Buruma, Hakim Amerika Serikat Mr Virginia dan  hakim dari Australia yang kesemuanya menyatakan, bahwa untuk memerika perkara TPPU tidak wajib membuktikan TPA terlebih dahulu.

Jurisprudence

Alasan keenam,  sudah ada ratusan putusan pengadilan (yurisprudensi) yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan, bahwa TPA tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu, seperti dalam perkara mantan Ketua MK Mr. AM. Di dalam negara Civil Law seperti Indonesia, putusan pengadilan tersebut dapat menjadi rujukan. Ketujuh, TPA juga tidak dibuktikan terlebih dahulu, apabila TPA tidak didakwakan dalam perkara TPPU.

Kedelapan, ada tiga putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak pembatalan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010. Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 77/PUU-XII/2014, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 90/PUU-XIII/2015 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/PUU-XV/2017 yang pada intinya memutus objek Permohonan Pengujian Materill Pasal 69 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Ketiga permohonan tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga ketentuan Pasal 69 UU TPPU masih berlaku.

Pembalikan beban  pembuktian

Alasan kesembilan, TPA tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu, karena dalam penegakan hukum dengan menerapkanTPPU dipergunakan pendekatan mengejar Harta Kekayaan Hasil Kejahatan (Follow the money). Dalam hal ini yang penting adalah adanya Harta Kekayaan Hasil Tindak pidana. Pihak yang wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaan tersebut berasal dari sumber yang sah pada sidang pengadilan adalah terdakwa sesuai dengan Pasal 77 dan 78 UU TPPU. Kegagalan terdakwa membuktikan  sumber yang sah dari Harta Kekayaan tersebut sudah cukup untuk menunjukkan bukti adanya TPA yang menghasilkan Harta Kekayaan tersebut.

Kesepuluh, TPPU khususnya pasal 5 (menerima, menguasai dan menggunakan hasil Tindak Pidana) sangatlah mirip dengan pasal 480 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penadahan yang di dalam pemeriksaannya TP Penadahan tidak wajib membuktikan terlebih dahulu tindak pidana yang menghasilkan Harta Kekayaan yang ditadah.

Walaupun tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu, TPA yang merupakan sumber TPPU dapat diketahui dari bukti permulaan yang cukup terjadinya TPA, dari putusan TPA terhadap pelaku utama, dari putusan TPA yang dilakukan orang lain, dari Laporan PPATK, dari kegagalan pembuktian terbalik dari terdakwa, bahwa asetnya berasal dari sumber yang sah.

Tinggalkan Balasan